Laman

Rabu, 06 Januari 2016

Kepribadian Guru (Sebagai Syarat Profesionalitas Pendidik)


Mengembangkan Profesionalitas Guru Berwatak Paripurna dan Berkepribadian Pancasila


A.    Pengertian profesionalitas guru
Profesionalitas berakar pada kata profesi yang berarti pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian. Profesionalitas itu sendiri dapat berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan cirri suatu profesi atau orang yang profesional.
Profesionalitas guru dapat berarti guru yang profesional, yaitu (Sahabuddin,1993:6) seorang guru yang mampu merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan memimpin Proses Belajar Mengajar, menilai kemajuan Proses Belajar Mengajar dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi lainnya dalam penyempurnaan Proses Belajar Mengajar.
Rice & Bishoporik dalam Bafadal (2003:5) guru professional adalah guru yang mampu mengeloladirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Profesionalitas guru oleh kedua pasangan tersebut dipandang sebagai sebuah proses gerak yang dinamis, dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan  (other-directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri.
Glickman dalam Bafadal (2003:5) menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara professional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara professional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya. Selain itu, menurut Glickman dalam Bafadal (2003:5) guru yang memiliki abstraksi yang tinggi adalah guru yang mampu mengelola tugas, menemukan berbagai permasalahan dalam tugas, dan mampu secara mandiri memecahkannya.

B. Pengertian Watak Paripurna
Watak paripurna ialah watak pemimpin atau yang berjiwa pemimpin,dan berwibawa. Seorang guru harus memiliki jiwa paripurna, pemimpin untuk dirinya sendiri maupu n memimpin anak didiknya. Seorang pemimpin tentunya memiliki sifat bijaksana, adil, jujur, menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi.
Guru harus mampu memimpin dirinya sendiri dalam artian guru harus bias menjaga perilakunya karena  guru merupakan teladan bagi  muridnya, harus bias mengendalikan emosi dan berwibawa.
Guru harus bisa memimpin siswanya, yakni guru harus bisa membimbing siswanya, baik dalam pembelajaran maupun membimbing di luar aspek pembelajaran, yaitu menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa. Karena disini guru bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik.

C . Kepribadian Pancasila
a.       Pengertian kepribadian
Kepribadian menurut H.C. Warpen, ialah segenap organisasi mental dari manusia pada semua tingkat dari perkembangannya.
Menurut Ralph Linton, Kepribadian merupakan kumpulan dari proses-proses psikologis dan keadaan/ kondisi  yang  bersangkutan dengan individu.
Menurut Kartono, kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terorganisir dan terdiri dari disposisi-disposisi psikis manusia yang individual, yang memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk membedakan ciri-cirinya yang unum debgan pribadi yang lainnya.
Menurut pakar psikologi Indonesia, kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dari dalam individu yang menentukan penyesuaiannya terhadap lingkungan.
Jadi, kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berfikir yang khas dari seseorang.
b.      Pengertian kepribadian Pancasila
Kepribadian Pancasila merupakan pola perilaku dan cara berfikir seseorang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Guru yang berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila pada norma-norma budaya Indonesia adalah guru yang Pancasilais. Artinya ,ia berpegang dan mengamalkan sila-sila Pancasila.
Dalam aktivitas pergaulannya, baik didalam lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah,  guru harus berpedoman pada Pancasila sebagai landasan budaya Indonesia.


Berikut ini nilai-nilai yang harus dimiliki seorang guru yang mencerminkan kepribadian Pancasila.
1.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Menjadi ciri seorang pemimpin Pancasila. pemimpin disini dapat diartikan sebagai seorang guru, Kesadaran beragama dan keimanan, akan menjadikan seorang guru tidak merasa lebih tinggi dari orang lain, sehingga guru akan menanamkan  dan mengajarkan rasa kasih sayang, rasa persaudaraan terhadap sesama. Keimanan terhadap agama pun membuat guru akan selalu berbuat adil, benar, jujur, sabar dan rendah hati kapada siapapun termasuk pada anak didiknya.
2.       Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab mencerminkan sifat hakiki manusia sebagai makhluk sosial (homo socius). Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan melengkapi manusia dengan jasmani dan rohani, yang keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan sering disebut pribadi manusia. Manusia tanpa unsur rohani adalah mati karena tidak mempunyai arti apa-apa, tidak punya rasa, keinginan, daya pikir maupun roh atau nyawa. Manusia dengan segala kesempurnaan rohani, tanpa jasmani hanya merupakan sekumpulan keinginan-keinginan, perasaan dan cita-cita yang tak mungkin untuk diwujudkan karena manusia itu tanpa bentuk dan tanpa sarana untuk mencapai cita-citanya.
Adil dalam pengertian yang objektif diartikan sebagai apa adanya. Seseorang guru dikatakan adil apabila memperlakukan dan memberikan kepada siswa sesuai dengan haknya. Memperlakukan siswa dengan pilih kasih dan berat sebelah bisa dikatakan sebagai perlakuan tidak adil. Dengan demikian, guru yang bersikap adil tentunya tidak akan mempunyai sifat yang sewenang-wenang terhadap anak didiknya.
Beradab berasal dari kata adab yang diartikan budaya, sedangkan beradab berarti berbudaya. Manusia yang beradab berarti manusia yang tingkah lakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai budaya merupakan nilai-nilai yang luhur yang dijunjung tinggi oleh manusia. Oleh sebab itu, nilai-nilai luhur tersebut dapat dijadikan pedoman dan tuntunan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dilingkungan sekolah.
Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan suatu kebulatan pengertian yang lengkap tentang manusia. Hal ini berarti di samping sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk sosial, di mana keduanya harus ditempatkan pada tempat yang sesuai. Kemanusiaan yang adil dan beradab dapat pula diartikan sebagai suatu penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur, tanpa membeda-bedakan perbedaan keyakinan hidup, status sosial, politik, ras, warna kulit, keturunan, bahasa, agama, budaya, adat-istiadat maupun suku. Tuhan menciptakan manusia dalam kedudukan yang sama dan sederajat. Oleh sebab itu seorang guru harus saling menghormati dan menghargai kepada setiap orang termasuk pada sesama guru dengan baik dan memperlakukan siswa sesuai dengan haknya yakni mendapatkan pengajaran yang baik.
3.      Sila Persatuan Indonesia
Sila Persatuan Indonesia terdiri dari dua kata yang penting yaitu persatuan dan Indonesia. Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh, tidak pecah-belah. Sedangkan persatuan mengandung pengertian disatukannya berbagai macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kesatuan. Kepribadian seorang guru yang mencerminkan sila ke-3 ini adalah tidak membeda-bedakan siswa karena pada dasarnya semua siswa itu sama walaupun berbeda suku, ras, etnic, dan agama tetapi tetap satu bangsa yaitu Indonesia.
4.      Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Untuk menjelaskan sila ini ada beberapa kata perlu dipahami, yaitu kerakyatan, hikmat kebijaksanaan, permusyawaratan, dan perwakilan. Kerakyatan berasal dari kata “rakyat” yang berarti sekelompok manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu. Kerakyatan berarti suatu prinsip yang mengakui bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Kerakyatan juga sering disebut kedaulatan rakyat. Hal ini berarti rakyatlah yang berkuasa, rakyatlah yang memerintah atau sering disebut dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Hikmat kebijaksanaan mempunyai arti suatu sikap yang dilandasi penggunaan akal sehat dan selalu mempertimbangkan kepentingan persatuan dan kesatuan. Kepentingan rakyat akan dijamin dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan berarti suatu tata cara yang khas bagi bangsa Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan berdasarkan mufakat. Pelaksanaan dari kebenaran ini, memerlukan semangat mengutamakan kepentingan nasional dibandingkan kepentingan daerah, golongan maupun pribadi. Perwakilan berarti suatu tata cara untuk mengusahakan ikut sertanya rakyat mengambil bagian dalam urusan negara. Bentuk keikutsertaan itu ialah badan-badan perwakilan, baik pusat maupun daerah. Keanggotaanbadan-badan perwakilan itu ditentukan melalui suatu pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung arti bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya, dilakukan melalui perwakilan. Keputusankeputusan yang diambil oleh wakil-wakil rakyat dilakukan melalui musyawarah yang dipimpin oleh akal sehat Berta penuh rasa tanggung jawab baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya. Dalam sila ini seorang guru tidak boleh mengambil keputusan secara sepihak, tetapi harus dimusyawarahkan dahulu kepada  guru yang lain atau didiskusikan kepada siswanya. Misalnya pada saat memilih ketua kelas, seorang guru harus melibatkan semua siswa yang ada dikelas untuk memilih siapa yang pantas menjadi pemimpin kelas.
5.       Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial adalah keadaan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual. Artinya, keadilan itu tidak untuk golongan tertentu saja tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia, tanpa membedakaan kekayaan, jabatan maupun suku tertentu. Keadilan sosial dapat diartikan suatu pengaturan yang tepat dari suatu masyarakat nasional yang bertujuan untuk memupuk dan mendorong perkembangan segenap kemampuan yang setinggi mungkin dari seluruh kepribadian anggota masyarakat. Dalam sila ini seorang seorang guru harus dapat bersikap adil dan bijaksana terhadap semua anak didiknya tanpa membeda-bedakan status sosial, suku, ras, agama dan yang lainnya, tetapi seorang  guru harus memperlakukan mereka secara adil.

D.    Strategi untuk mengembangkan profesionalitas guru berwatak paripurna dan berkepribadian Pancasila
1.      Pemerintah tidak hanya gencar menggalakkan pendidikan karakter bagi siswa namun pemerintah juga perlu memberikan pendidikan karakter pula pada guru.
2.      Sekolah memberikan pembinaan-pembinaan kepada guru yang berbasis karakter yang bersumber pada nilai-nilai pancasila melalui seminar, lokakarya, workshop, dan sebagainya.
3.      Dari dalam diri guru itu sendiri, artinya  kesadaran dari pribadi seorang guru tersebut untuk mau membentuk pribadinya  menjadi watak yang paripurna dan berkepribadian pancasila dengan selalu berpegang pada nilai-nlai luhur Pancasila.
4.       
E.     Pentingnya mengembangkan profesionalitas guru berwatak paripurna dan berkepribadian Pancasila.

1.      Dengan terbentuknya watak paripurna dalam jiwa seorang guru diharapkan guru mampu mengaktualisasikannya dalam kegiatan pembelajarannya,  sehingga bisa menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya.
2.      Terbentuknya kepribadian Pancasila dalam pribadi guru diharapkan guru berperilaku dan berpola pikir berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
3.       Dalam kegiatan pembelajarannya sorang guru mampu menanamkan dan menerapkan nilai-nilai luhur Pancasila kepada anak didiknya.
4.       


Daftar Pustaka

Rochman, Chaerul dan Heri Gunawan. 2011. Pengembangan Kompetensi  Kepribadian  Guru. Bandung : Nuansa Cendekia.
Bafadal, Ibrahim. 2004. Peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Selasa, 05 Januari 2016

Kaidah Penulisan Soal Esai dan Pilihan Ganda



KAIDAH-KAIDAH PENULISAN SOAL

1.    Kaidah Penulisan Soal
       Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 108) ada beberapa kaidah yang harus diikuti agar soal yang tersusun bermutu. Kaidah-kaidah tersebut dilihat dari aspek materi, konstruksi, dan bahasa. Sudaryono (2012: 123-124) juga menyatakan bahwa dalam penulisan soal pada instrument non tes, penulis butir soal harus memperhatikan ketentuan/kaidah penulisannya. Kaidahnya adalah seperti berikut ini:
1.    Materi
a.       Pernyataan harus sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
b.      Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan dalam kisi-kisi.
2.      Konstruksi
a.       Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas.
b.      Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan, objek yang dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
c.       Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda.
d.      Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
e.       Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan sebagai fakta.
f.       Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan lebih dari satu cara.
g.      Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan oleh hampir semua responden.
h.      Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap.
i.        Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti semua, selalu, kadang-kadang, tidak satupun, tidak pernah.
j.        Jangan banyak mempergunakan kata hanya, sekedar, semata-mata. Gunakanlah seperlunya.
3.      Bahasa budaya
a.       Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik atau responden.
b.      Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku.
c.       Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
2.    Kaidah Penulisan Jenis-Jenis Soal
       Menulis butir soal menurut Dimyati, dkk (2002: 212), yakni kegiatan yang dilaksanakan evaluator setelah membuat kisi-kisi soal. Berdasarkan kisi-kisi soal inilah evaluator menulis soal dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Bahasa yang digunakan sederhana dan mudah dipahami.
b.      Tidak mengandung penafsiran ganda atau membingungkan.
c.       Petunjuk pengerjaan butir soal perlu diberikan untuk setiap bentuk soal, walaupun sudah diberikan petunjuk umum.
d.      Berdasarkan kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal tes hasil belajar.

2.1  Kaidah Penulisan Soal Benar-Salah
       Kaidah yang harus diperhatikan dalam penulisan soal benar salah menurut (Bloom, 1981: 189-190) dalam Dimyati, dkk (2002: 13-2214) meliputi:
a.       Meyakinkan sepenuhnya bahwa butir soal tersebut dapat dipastikan benar atau salah.
b.      Jangan menulis butir soal yang memindahkan satu kaliamat secara harfiah dari teks.
c.       Jangan menulis butir soal yang memperdayakan.
d.      Menghindari pernyataan negatif.
e.       Mrnghindari pernyataan berarti ganda.
f.       Menggunakan suatu bentuk yang tepat.
g.      Menghindari kata-kata kunci, seperti pada umumnya, semua, dan yang lain.
       Menurut Sudjana (2006) dalam Rasyid (2009: 182) memberikan kaidah yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penulisan soal bentuk benar salah, yaitu:
a)    Hindari pernyataan yang mengandung kata kadang-kadang, selalu, umumnya, sering kali, tidak ada, tidak pernah, dan sejenisnya.
b)   Hindari pengambilan kalimat langsung dari buku pelajaran.
c)    Hindari pernyataan yang merupakan suatu pendapat yang masih bisa diperdebatkan kebenarannya.
d)   Hindari penggunaan pernyataan negatif ganda, misalnya padi tidak tumbuh di tempat yang beriklim panas.
e)    Usahakan agar kalimat untuk setiap soal tidak terlalu panjang.
f)    Susunlah pernyatan-pernyataan benar salah secara acak.


2.2  Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda
       Kaidah yang harus diperhatikan dalam penulisan soal pilihan ganda menurut (Depdikbud, 1985: 21-28; Bloom, 1981: 196-198) dalam Dimyati, dkk (2002: 214-215) meliputi:
a.    Pokok soal (stem) yang merupakan permasalahan harus dirumuskan secara jelas.
b.    Perumusan pokok soal dan alternatif jawaban hendaknya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
c.    Untuk satu soal hanya ada satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
d.   Pada pokok soal (stem) sedapat mungkin dihindarkan perumusan pernyataan yang bersifat negatif.
e.    Alternatif jawaban (option) sebaiknya logis dan pengecoh harus berfungsi (menarik).
f.     Diusahakan agar tidak ada petunjuk untuk jawaban yang benar.
g.    Diusahakan agar mencegah penggunaan pilihan jawaban yang terakhir berbunyi ”semua pilihan di atas benar” atau “semua jawaban di atas salah”.
h.    Diusahakan agar pilihan jawaban homogen, baik dari segi isi maupun panjang  pendeknya pertanyaan.
i.      Apabila pilihan jawaban berbentuk angka, susunlah secara berurutan mulai angka yang terkecil di atas dan yang terbesar di bawah.
j.      Di dalam pokok soal diusahakan tidak menggunakan ungkapan atau kata-kata yang bersifat tidak tentu, seperti seringkali, kadang-kadang, pada umumnya, dan yang sejenis.
k.    Diusahakan agar jawaban butir soal yang satu tidak bergantung dari jawaban butir soal yang lain.
l.      Dalam merakit soal diusahakan agar jawaban yang benar (kunci jawaban) letaknya tersebar diantara a, b, c, dan atau yang lain ditentukan secara acak, sehingga tidak terjadi pola jawaban tertentu.

2.3  Kaidah Penulisan Soal Menjodohkan
       Kaidah penulisan soal menjodohkan menurut (Bloom, 1981: 191) dalam Dimyati, dkk (2002: 215) meliputi:
a.       Meyakinkan bahwa antara premis dan pilihan yang dijodohkan keduanya homogen.
b.      Menggunakan bentuk yang cocok.
c.       Dasar untuk menjodohkan setiap premis dan pilihan dibuat secara jelas.
       Kaidah penulisan soal menjodohkan menurut Kusaeri, dkk. (2012: 128-129) antara lain: a) tulislah seluruh pernyataan dalam lajur sebelah kiri sejenis dan pertanyaan dalam lajur sebelah kanan juga sejenis.Dengan kata lain, pernyataan dalam lajur sebelah kiri isinya homogen, demikian juga pernyataan dalam lajur sebelah kanan isinya juga harus homogen, b) tulislah pernyataan jawaban lebih banyak dari pernyataan soal. Hal ini penting untuk memperkecil probabilitas peserta tes menjawab soal secara menebak dengan benar. Sebagai contoh, pernyataan jawaban yang ada di lajur sebelah kanan sebanyak lima butir, sedangkan pernyataan soal yang ada di lajur sebelah kiri sebanya empat butir, c) susunlah jawaban yang berbentuk angka secara berurutan dari besar ke kecil atau sebaliknya. Apabila alternatif jawabannya berupa tanggal dan tahun terjadinya peristiwa maka susunlah tanggal dan tahun tersebut berurutan secara kronologis seperti dalam penulisan soal pilihan ganda, dan d) tulislah petunjuk mengerjakan tes yang jelas dan mudah dipahami oleh peserta tes. Oleh karena itu, dalam perumusan kalimat dan penggunaan kosa kata perlu memperhatikan perkembangan kemampuan bahasa peserta tes.

2.4  Kaidah Penulisan Soal Melengkapi
       Kaidah penulisan soal melengkapi menurut (Bloom, 1981: 188-189) dalam Dimyati, dkk (2002: 215) meliputi:
a.       Meyakinkan bahwa pertanyaan dapat dijawab dengan kata atau penggalan kalimat yang lebih mudah atau khusus, dan hanya ada satu jawaban yang benar.
b.      Menggunakan bentuk yang cocok.
c.       Jangan memutus-mutus butir soal melengkapi.
d.      Menghindari pemberian petunjuk ke arah jawaban yang benar.
e.       Menunjukkan bagaimana seharusnya jawaban yang benar.

2.5  Kaidah Penulisan Soal Esai
       Pedoman Penulisan soal bentuk esai menurut Penilaian Tingkat Kelas Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003 (hafizulahda.files.wordpress.com), seperti berikut:
  1. Materi
a.    Soal harus sesuai dengan indikator.
b.    Setiap pertanyaan diberi batasan jawaban yang diharapkan.
c.    Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan yang akan di ukur.
d.   Materi  yang  ditanyakan  harus  sesuai  dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas.
 2. Konstruksi
a. Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
c. Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
d. Tabel, gambar, grafik, peta atau sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca. 
             3. Bahasa
a. Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
b. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar atau baku.
c. Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
d. Tidak mempergunakan bahasa yang berlaku setempat.
e. Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan siswa.
       Kaidah yang harus diperhatikan dalam penulisan esai menurut Bloom (1981: 185-186) dalam Dimyati, dkk (2002: 215) meliput:
a.    Meyakinkan bahwa pertanyaan telah terarah.
b.    Jangan memberikan izin atau memerintah peserta ujian untuk memilih diantara beberapa pertanyaan esai yang akan mereka jawab.
c.    Terlebih dahulu memutuskan cara memberikan skor pada pertanyaan esai.

3.    Contoh Jenis-Jenis Penulisan Soal
3.1     Contoh Bentuk Soal Benar-Salah
Contoh soal yang kurang baik dan lebih baik menurut Kusaeri, dkk. (2012: 123) sebagai berikut:
Contoh soal yang kurang baik:
B – S    Unsur yang terpenting dari organisasi Negara adalah rakyat.

Penjelasan: Penggunaan kata terpenting dalam kalimat butir soal tersebut dapat menimbulkan kesan yang membingungkan peserta tes. Terpenting menurut siapa? Apakah dapat terwujud suatu Negara apabila ada rakyat, namun salah satu unsur lain, misalnya wilayah atau pemerintah yang berdaulatan tidak ada? Oleh karena itu, rumusan butir soal tersebut dapat diperbaharui.



Contoh soal yang baik:
B – S  Salah satu unsur Negara adalah rakyat.
Kunci: B

3.2 Contoh Bentuk Soal Pilihan Ganda
       Contoh soal menurut Kusaeri, dkk. (2012: 110-111) seperti berikut: Pak Irfan membuka usaha perikanan darat yang dilakukan di sebuah kolam. Ekosistem kolam tersebut di dalamnya terdapat populasi ikan (seperti bawal, gabus, gurame, dan nila), katak, serangga, bangau, ulat, teratai, enceng gondok, dan ganggang, berada di dekat sawah yang sering disemprot dengan insektisida. Secara terus menerus sia-sia insektisida ini terbawa aliran air dan masuk ke dalam air.
Indikator: Siswa dapat memprediksi keadaan populasi dalam ekosistem kolam setelah jangka waktu yang lama, berdasarkan ilustrasi yang diberikan. 
Contoh soal yang kurang baik:
1.      Manakah di antara hewan-hewan berikut yang paling terpengaruh oleh insektisida?
a.       Ikan
b.      Ular
c.       Katak
d.      Serangga
Penjelasan: Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa kemampuan yang ingin diukur dalam indikator adalah memprediksi keadaan populasi dalam ekosistem kolam setelah jangka waktu yang lama, sedangkan soal menanyakan tentang hewan yang terpengaruh oleh adanya insektisida. Rumusan pokok soal ini sesuai dengan indikator.
Contoh soal yang lebih baik:
1.      Apa yang akan terjadi dengan populasi dalam ekosistem kolam pak Irfan dalam jangka waktu yang lama?
a.       Populasi ikan langsung mati karena mereka memakan insektisida.
b.      Populasi eceng gondok akan meledak karena insektisida merupakan pupuk bagi tumbuhan tersebut.
c.       Populasi ikan akan berkurang karena mereka memangsa plankton yang mengandung insektisida.
d.      Semua populasi yang terdapat dalam kolam akan mati.
Kunci: D
3.3 Contoh Soal Bentuk Menjodohkan
       Contoh soal yang kurang baik dan lebih baik menurut Kusaeri, dkk. (2012: 129-130) seperti berikut:
Petunjuk: Kerjakan soal berikut dengan cara memasangkan secara tepat antara pernyataan yang terdapat dalam jalur sebelah kiri dengan pernyataan yang terdapat dalam jalur kanan. Tulislah huruf pasangan yang tepat bagi setiap nomor soal dalam lembar jawaban yang disediakan.
Contoh soal yang kurang baik:
1.    Tahun Sarekat Dagang Islam terbentuk
a.    1939
2.    Tempat partai Nasional Indonesia terbentuk
b.    Dr. Sutomo
3.    Pemimpin Partai Indonesia Raya
c.    Bandung
4.    Pemimpin Perhimpunan Indonesia
d.   1909
5.    Kapan Gabungan Politik Indonesia terbentuk
e.    Jakarta
f.     Drs. Moh. Hatta
Kunci:
1.      d
2.      c
3.      b
4.      f
5.      a
Penjelasan: Rumusan butir soal tersebut kurang baik karena pernyataan pada jalur kiri dan jalur kanan tidak sejenis sehingga alternative jawaban yang ada tidak berfungsi untuk seluruh pertanyaan. Ruang lingkup pertanyaan meliputi pergerakan nasional, namun pertanyaan kurang homogeny sehingga siswa hanya menvari padanan yang tepat, tahun atau pemimpin.
Contoh soal yang lebih baik:
1.    Pemimpin Sarekat Dagang Islam
a.    Moh. Husni Thamrin
2.    Pemimpin partai Nasional Indonesia
b.    Dr. Sutomo
3.    Pemimpin Partai Indonesia Raya
c.    Ir. Soekarno
4.    Pemimpin Perhimpunan Indonesia
d.   RM Tirtoadisuryo
5.    Pemimpin Gabungan Politik Indonesia
e.    Danudirja Setiabudi
f.     Drs. Moh. Hatta

Kunci:
1.      d
2.      c
3.      b
4.      f
5.      a

3.4 Contoh Soal Bentuk Melengkapi
       Menurut Burhan (2012: 135) Tes isian melengkapi atau menyempurnakan merupakan suatu bentuk tes objektif yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang sengaja dihilangkan yang sengaja dihilangkan sebagian unsurnya, atau yang sengaja dibuat tidak lengkap. Contoh soal melengkapi sebagai berikut:
·      Tokoh dalam cerita fiksi yang hanya ditampilkan dengan karakter yang tidak pernah berubah dari awal hingga khir cerita disebut tokoh (1)…, sedang tokoh yang karakternya bervariasi dan sering ada kejutan-kejutan disebut tokoh (2) …, Dilihat dari segi alur, alur fiksi yang dimulai urut dari tahap awal, pertikaian, dan pelaraian disebut alur (3) …, sedang alur yang dimulai dengan cerita masa kini  dan kemudian ke masa lalu disebut alur (4) … dan seterusnya.

3.5 Contoh Soal Bentuk Esai
       Contoh soal Esai yang kurang baik dan lebih baik menurut Kusaeri, dkk. (2012: 144) seperti berikut:
Contoh soal yang kurang baik: 1. Buatlah karangan dengan topik “Meningkatkan minat baca siswa”
Penjelasan: Contoh soal di atas kurang baik karena panjang karangan tidak dibatasi dan apa yang dinilai dari karangan siswa tidak diberitahukan.
Contoh soal yang lebih baik: 1. Buatlah karangan dengan topik “Meningkatkan minat baca siswa,” sebanyak kurang lebih 150 kata. Perhatikan ejaan, tanda baca, struktur kalimat, dan hubungan/keterkaitan (koherensi) antarkaliamat.

4.    Kelebihan Dan Keterbatasan Masing-Masing Jenis Soal
4.1  Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Benar-Salah
       Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 123) soal benar-salah memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: a) dapat mengukur berbagai jenjang kognitif, b) dapat mencakup lingkup materi yang luas, dan c) dapat diskor dengan mudah, cepat, dan objektif.
       Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 123) soal benar-salah memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya: a) probabilitas menebak dengan benar adalah besar, yaitu 50% karena pilihan jawabannya hanya dua, yaitu benar dan salah atau ya dan tidak, b) bentuk soal ini tidak dapat digunakan untuk menanyakan sesuatu konsep secara utuh karena peserta tes hanya dituntut menjawab benar dan salah atau ya dan tidak, c) apabila jumlah butir soalnya sedikit, indeks daya pembeda butir soal cenderung rendah, dan d) apabila ragu atau kurang memahami pernyataan soal, peserta tes cenderung memilih jawaban benar.

4.2  Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Pilihan Ganda
       Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 108) soal pilihan ganda memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: a) mampu mengukur berbagai tingkatan kognitif (dari ingatan sampai evaluasi), b) penskorannya mudah, cepat, objektif, dan dapat mencakup ruang lingkup bahan atau materi yang luas dalam suatu tes untuk suatu kelas atau jenjang pendidikan, dan c) lebih tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak atau massal, tetapi hasilnya harus segera diumumkan, seperti ulangan akhis semester, ulangan kenaikan kelas, dan ujian akhir sekolah.
       Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 108) soal pilihan ganda memiliki beberapa keterbatasan diantaranya: a) memerlukan waktu yang relative lama untuk menulis soalnya, b) sulit membuat pengecoh yang homogeny dan berfungsi dengan baik, dan c) terdapat peluang untuk menebak jawaban.

4.3  Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Menjodohkan
       Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 128) soal menjodohkan memiliki beberapa kelebihan diantaranya: a) relatif lebih mudah dalam perumusan butir soal, terutama jika dibandingkan dengan soal pilihan ganda, b) ringkas dan ekonomis dilihat dari segi rumusan butir soal dan dari segi memberikan jawaban, dan c) dapat dilakukan penskoran dengan mudah, cepat dan objektif.
       Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 128) soal menjodohkan memiliki beberapa keterbatasan diantaranya: a) cenderung mengukur kemampuan mengingat sehingga kurang tepat digunakan untuk mengukukur kognitif yang lebih tinggi, dan b) kemungkinan menebak dengan benar relatif tinggi karena jumlah pernyataan soal (pada lajur sebelah kiri) dengan pernyataan jawaban (pada lajur sebelah kanan) lebih banyak berbeda.

4.4  Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Melengkapi
       Menurut (http://herielibeau.wordpress.com) soal melengkapi memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: a) mudah dikonstruksi karena soal ini hanya akan mengukur hasil belajar yang sederhana yaitu yang bersifat ingatan, b) dapat digunakan untuk menilai bahan pelajaran yang banyak atau scope yang luas, c) dapat diskor secara cepat dan objektif, d) kecil kemungkinan siswa memberi jawaban dengan singkat dan tepat.
       Menurut (http://herielibeau.wordpress.com) kelemahan soal melengkapi diantaranya: a) tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks karena hanya menghasilkan respon yang singkat dan sederhana, b) memerlukan waktu yang agak lama untuk menskornya meskipun tidak selama tes uraian, c) menyulitkan pemeriksa apabila jawaban siswa membingungkan, d) kurang ekonomis karena memerlukan kertas (biaya) yang banyak jika dibandingkan dengan tes uraian.

4.5  Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Esai
       Menurut Rasyid, dkk. (2009: 189) soal esai memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: a) dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi, b) dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa, c) dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis dan sistematis, d) mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving), e) adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa.
       Menurut Rasyid, dkk. (2009: 189-199) soal esai memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya: a) sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menyanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan, b) sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memaksanya. Guru bisa saja bertanya tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya juga berdasarkan apa yang dikehendakinya, c) tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif besar.

DAFTAR PUSTAKA

          
       Dimyati. Dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

       Kusaeri, dkk. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

       Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
      
       Rasyid, dkk. 2002. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima.

       Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu.

       Semiyanto. 2011. Kaidah penulisan soal bentuk pilihan ganda dan uraian. Tersedia pada http://hafizulahda.files.wordpress.com. Diposting pada tangga 6 Maret 2013.

       Herielibeau. 2011. Bentuk-Bentuk-Tes. Tersedia pada http://.wordpress.com. Diposting pada tangga 6 Maret 2013.